-=Selamat Datang di Giar Jovian Media=-

Anda baru disini?
Untuk melihat seluruh isi Website ini silahkan klik "Register" dibawah ini untuk mendaftar di Website ini!

Anda telah terdaftar disini?
Silahkan klik "Login" dibawah ini untuk masuk kedalam Website!
Terima Kasih!

Regard's,

:: Giar Jovian ::
-=Selamat Datang di Giar Jovian Media=-

Anda baru disini?
Untuk melihat seluruh isi Website ini silahkan klik "Register" dibawah ini untuk mendaftar di Website ini!

Anda telah terdaftar disini?
Silahkan klik "Login" dibawah ini untuk masuk kedalam Website!
Terima Kasih!

Regard's,

:: Giar Jovian ::
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.


 
IndeksGalleryPencarianLatest imagesPendaftaranLogin

 

 Studi Kasus Giar Jovian BAB 2

Go down 
PengirimMessage
ADMIN
COMMANDER
COMMANDER
ADMIN


Jumlah posting : 1780
Join date : 20.10.10
Age : 30
Lokasi : Lamongan
Pisces Dog

Studi Kasus Giar Jovian BAB 2 Empty
PostSubyek: Studi Kasus Giar Jovian BAB 2   Studi Kasus Giar Jovian BAB 2 Empty16th April 2015, 11:32 am

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan di sajikan beberapa konsep dasar yang berkaitan dengan studi kasus yaitu, antara lain: 1) Konsep dasar isolasi sosial 2) Konsep asuhan keperawatan pasien dengan isolasi sosial.

2.1 Konsep Isolasi Sosial
2.1.1 Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Damayanti, 2008).
Isolasi sosial merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan maupun komunkasi dengan orang lain (Fitria Nita, 2009).

2.1.2 Tanda Dan Gejala
Menurut Keliat (2009), tanda dan gejala ditemui meliputi :
1) Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2) Menghindar dari orang lain ( Menyendiri ).
3) Komunikasi kurang / tidak ada, klien tidak tampak bercakap – cakap dengan klien lain / perawat.
4) Tidak ada kontak mata, klien sering merunduk.
5) Berdiam diri di kamar / klien kurang mobilitas.
6) Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap – cakap.
7) Tidak melakukan kegiatan sehari – hari.
8) Posisi janin saat tidur.

2.1.3 Rentang Respon
Menurut Stuart Sundeen (2009), rentang respon klien ditinjau dari interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respon adaptif dengan maladaptif sebagai berikut :
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Menyendiri Merasa sendiri Menarik diri
Otonomi Dependensi Ketergantungan
Bekerja sama Curiga Manipulasi
Interdependen Curiga
Gambar 2.1 Rentang respon interaksi dengan lingkungan (Stuart Sundeen, 2009).
1) Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma – norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah.


Sikap yang termasuk respon adaptif, yaitu :
(1) Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi dilingkungan sosialnya.
(2) Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran dan perasaan dalam hubungan sosial.
(3) Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
(4) Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
2) Respon Maladptif
Respon maldaptif adalah respon yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan disuatu tempat. Perilaku yang termasuk respon maladaptif, yaitu :
(1) Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
(2) Ketergantungan, seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain.
(3) Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai obyek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
(4) Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.




2.1.4 Penyebab
Menurut Stuart (2009), penyebab dari isolasi sosial adalah sebagai berikut:
1) Faktor Predisposisi
(1) Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Bila tugas – tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
(2) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
(3) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma – norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
(4) Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien schizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel – sel dalam limbik dan daerah kortikal.
2) Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stresor presipitasi :
(1) Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
(2) Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang tua terdekt atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.




2.1.5 Penatalaksanaan
Menurut Hartono (2010), Penatalaksanaan klien dengan diagnosa medis skizofrenia khususnya dengan diagnosa keperawatan isolasi sosial adalah :
1) Psikofarmakologi
Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan menggunakan obat. Obat yang digunakan untuk gangguan jiwa disebut dengan psikofarmaka / psikoterapika / phrenotropika. Terapi gangguan jiwa dengan menggunakan obat-obatan disebut dengan psikofarmakoterapi / medikasi psikoterapi yaitu obat yang mempunyai efek terapeutik langsung pada proses mental penderita karena kerjanya pada otak/sistem saraf pusat. Obat yang bekerjanya secara efektif pada SSP dan mempunyai efek utama terhadap aktifitas mental, serta mempunyai efek utama terhadp aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatri.
Psikofarmakakologi yang lazim digunakan pada gejala isolasi sosial adalah obat-obatan antipsikosis seperti:
(1) Chlorpromazine
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan, dan perilaku. Mekanisme kerja memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak terutama pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal. Efek samping penggunaan Chlorpromazine injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik.


(2) Haloperidol
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan inisiatif, hipoaktif, waham, halusinasi.Mekanisme kerja memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak terutama pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal. Efek samping sering menimbulkan gejala ekstrapiramidal.
(3) Triflouperazine
Indikasi gangguan mental dan emosi ringan, kondisi neurotik/psikosomatis, ansietas, mual dan muntah. Efek samping sedasi dan inhibisi psikomotor.
2) Terapisomatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun yang diberikan perlakuan fisik adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah perlakuan klien. Jenis terapi somatik adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi, dan fototerapi.
(1) Pengikatan
Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera fisik pada klien sendiri atau orang lain.


(2) Terapi Kejang Listrik/Elektro Convulsive Therapy (ECT)
Bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang (Grandmal) dengan mengalirkan arus listrik kekuatan rendah (2-3 joule) melalui electrode yang ditempelkan di bebrapa titik pada pelipis kiri/kanan (lobus frontalis) klien.
(3) Isolasi
Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri di ruangan tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang lain, dan lingkungan dari bahaya potensial yang mungkin terjadi.
(4) Fototerapi
Fototerapi adalah terapi yang diberikan dengan memaparkan klien pada sinar terang 5-10 x lebih terang daripada sinar ruangan dengan posisi klien duduk, mata terbuka, pada jarak 1,5 meter di depan klien diletakkan lampu setinggi mata.
(1) Terapi Deprivasi Tidur
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak 3,5 jam. Cocok diberikan pada klien dengan depresi.
3) Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Tetapi ini diberikan dalam upaya mengubah perilaku klien dari perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif.

Jenis-jenis terapi modalitas antara lain :
(1) Aktifitas Kelompok
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) adalah suatu bentuk terapi yang didasarkan pada pembelajaran hubungan interpersonal.Fokus terapi aktifitas kelompok adalah membuat sadar diri (self-awereness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya.
(2) Terapi keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang member perawatan langsung pada setap keadaan (sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar mampu melakukan lima tugas kesehatan yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, member perawatan pada anggota keluarga yang sehat, menciptakan lingkungan yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada dalam masyarakat.
(3) Terapi Rehabilitasi
Program rehabilitasi dapat digunakan sejalan dengan terapi modalitas lain atau berdiri sendiri, seperti Terapi okupasi, rekreasi, gerak, dan musik.
(4) Terapi Psikodrama
Psikodrama menggunakan struktur masalah emosi atau pengalaman klien dalam suatu drama. Drama ini member kesempatan pada klien untuk menyadari perasaan, pikiran, dan perilakunya yang mempengaruhi orang lain.
(5) Terapi Lingkungan
Terapi lingkunagan adalah suatu tindakan penyembuhan penderita dengan gangguan jiwa melalui manipulasi unsur yang ada di lingkungan dan berpengaruh terhadap proses penyembuhan. Upaya terapi harus bersifat komprehensif, holistik, dan multidisipliner.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Isolasi Sosial
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat harus mengacu pada beberapa aspek yaitu pengkajian, pohon masalah, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan atau intervensi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu komponen dari proses keperawatan yaitu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan dari klien meliputi usaha pengumpulan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan (Muttaqin, 2011).
Menurut Keliat (2011) pengkajian awal dilakukan dengan menggunakan pengkajian berdasarkan keluhan pasien. Data yang dikumpulkan mencakup keluhan utama, riwayat kesehatan jiwa, pengkajian psikososial, dan pengkajian status mental. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara dengan pasien dan keluarga, pengamatan langsung terhadap kondisi pasien, serta melalui pemeriksaan.
Isi dari pengakjian meliputi identitas klien, keluhan utama/alasan masuk, faktor predisposisi, aspek fisik/biologis, aspek psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan serta aspek medik ( Keliat, 2006 ).
1. Identitas Klien
Identitas klien seperti nama klien, panggilan klien, usia klien, nomor rekam medic dan diagnose dapat dilihat di rekam medic (RM) atau wawancara dengan klien bila memungkinkan. Cara pengisian identitas klien harus ditanyakan langsung kepada klien sekaligus untuk menguji kesadaran klien secara kualitataif.
2. Alasan Masuk Rumah Sakit
Umumnya klien isolasi sosial dibawa ke rumah sakit karena klien selalu ingin menyendiri dan tidak mau berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
3. Faktor Predisposisi : (1) Faktor Tumbuh Kembang (Tugas-tugas perkembangan yang gagal) (2) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga (Kurangnya komunikasi antar anggota keluarga) (3) Faktor Sosial Budaya (Pengasingan masyarakat) (4) Faktor Biologis (Kerusakan pada otak)
4. Faktor Presipitasi : (1) Stressor sosial budaya (Ansietas yang ada dalam keluarga) (2) Stressor psikologis (Ansietas yang ada dalam individu)
5. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem fungsi organ terkait dan observasi TTV: Tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan klien. Apabila klien mengalami gelisah akan terjadi peningkatan TTV. Kemungkinan klien mengalami kenaikan / penurunan BB dengan ukur tinggi badan dan berat badan klien.
6. Psikososial
Menurut Farida Kusumawati dan Yudi Hartono (2010), sebagai berikut:
1) Genogram
2) Orang tua penderita psikosa berat, salah satu kemungkinan anaknya 7-16% psikosa, bila keduanya menderita 40-68%, saudara kemungkinan 0,9-1,8%, saudara kembar 2-15%, dan saudara kandung 7-15%.
3) Konsep diri
Kemuduran kemauan dan kedangkalan emosi yang mengenai klien akan mempengaruhi konsep diri klien. Pada klien dengan isolasi sosial yang menonjol adalah memiliki harga diri rendah.
4) Hubungan sosial
Pada klien isolasi sosial menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri dan tidak mau berkomunikasi dengan orang lain.
5) Spiritual
Nilai dan keyakinan klien dari pandangan dan keyakinan klien terhadap agamanya. Kegiatan ibadah yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok, dan pendapat klien tentang kegiatan ibadah.
7. Status Mental
1) Penampilan
Penampilan, data ini diperoleh melalui observasi perawat atau keluarga terkait dengan penampilan yang tidak rapi jika dari ujung rambut sampai ujung kaki ada yang tidak rapi, penggunaan pakaian tidak seusai, cara berpakaian tidak seperti biasanya jika penggunaannya pakaian tidak tepat.
2) Pembicaraan
Pada klien dengan isolasi sosial, pembicaraan klien cenderung diam dan apatis. Klien tidak mampu untuk memulai pembicaraan.
3) Aktifitas Motorik
Pada klien dengan isolasi sosial, kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif, kecenderungan diam.
4) Alam Perasaan (Afek dan Emosi)
Pada klien dengan isolasi sosial lebih cenderung ke afek datar serta emosi merasa kesepian.
5) Interaksi Selama Wawancara
Pada klien isolasi sosial interaksi selama wawancara cenderung menunduk, kontak mata kurang dan tidak kooperatif.
8. Persepsi
Adanya gangguan persepsi ditanyakan terkait dengan jenis-jenis halusinasi, pada klien dengan isolasi sosial, halusinasi merupakan resiko yang akan terjadi.
9. Proses Pikir
Pada pasien isolasi sosial Bentuk pikir: realistis (sesuai dengan kenyataan). Arus pikir: koheren (pertanyaan dijawab benar / sesuai) tetapi klien berbicara seperlunya saja. Isi pikir: pikiran isolasi sosial (sering menyendiri ).




10. Tingkat Kesadaran
Kuantitatif: ditentukan oleh kesadaran klien dengan GCS tentang penurunan tingkat kesadaran atau tidak. Kualitatif: Kesadaran berubah, kemampuan mengadakan hubungan serta pembatasan dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu.
11. Orientasi
Pada klien isolasi sosial tidak mengalami disorientasi waktu, tempat, dan orang
12. Memori Pada klien isolasi sosial, klien dapat mengingat atau tidak memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu. Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu, hal ini sesuai dengan usia dan tingkat pendidikan.
13. Tingkat Konsentrasi Dan Berhitung
Klien bisa menyelesaikan tugas dan berhitung sederhana sesuai dengan usia dan tingkat pendidikan klien.
14. Kemampuan Penilaian
Pasien dapat mengambil keputusan sederhana, meskipun alasan kadang tidak jelas atau tidak tepat.
15. Daya tilik diri
Pasien dapat menerima atau menyalahkan mengenai penyakitnya, hal diluar dirinya atau orang lain dilihat sesuai lama dirawat ( MRS ) jika sudah lama dirawat klien cenderung mengerti atau menerima dengan penyakit yang diderita.
16. Kebutuhan persiapan pulang
Pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan serta aktifitas dalam dan luar ruangan.
17. Mekanisme Koping
Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari. Proyeksi: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain, dan asyik dengan stimulus internal.
18. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Masalah dengan dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, ekonomi, dan pelayanan kesehatan.
19. Kurang Pengetahuan
Pengetahuan mengenai penyakit jiwa, faktor presipitasi, sistem pendukung, obat-obatan, koping.
20. Aspek Medis
Meliputi diagnosa medis dan terapi medis (nama, dosis, frekuensi, cara pemberian).



2.2.2 Pohon Masalah
Menurut Fitria Nita (2009), pohon masalah pada isolasi sosial adalah sebagai berikut :
Resiko Tinggi Menciderai Diri, Orang Lain, Dan Lingkungan.

Effect Perubahan Presepsi Sensori : Halusinasi Dengar

Core Problem Isolasi Sosial

Causa Harga Diri Rendah Kronis

Koping Keluarga Tidak Efektif
Gambar 2.2 Pohon masalah isolasi sosial menurut Fitria Nita (2009).

2.2.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian kritis tentang respon individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan menjadi dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan yang merupakan tanggung gugat perawat (Carpenito, 2009).
Setelah mengumpulkan semua data, perawat kemudian menganalisa data dan merumuskan diagnosa keperawatan. Subjek dan diagnosis keperawatan ini menyangkut respon perilaku klien terhadap stres yang diakibatkan dari hubungan sosial (Sujono : 2009). Diagnosa keperawatan yang muncul dari kasus ini adalah isolasi sosial.

2.2.4 Perencanaan Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan adalah desain intervensi spesifik untuk membantu komunitas dalam mencapai kriteria hasil (Effendi, 2009).
Rencana tindakan keperawatan disesuaikan dengan standart asuhan keperawatan kesehatan jiwa yang mencakup tindakan psikoterapeutik yaitu penggunaan berbagai teknik komunikasi terpeutik dalam membina hubungan dengan pasien, pendidikan kesehatan tentang prinsip – prinsip kesehatan jiwa dan gangguan jiwa, aktivitas kehidupan sehari – hari meliputi perawatan diri, terapi modalitas seperti terapi aktifitas kelompok, terapi lingkungan dan terapi keluarga. Dalam menyusun rencana tindakan harus dipertimbangkan bahwa untuk mengatasi sebuah diagnosis keperawatan diperlukan beberapa pertemuan hingga tercapai kemampuan yang diharapkan baik untuk pasien maupun keluarga. Rencana keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan komunitas (Keliat : 2011).
Perencanaan tindakan keperawatan tersebut adalah :
TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
TUK 1 : Klien mampu membina hubungan saling percaya.
TUK 2 : Klien mampu menyadari penyebab isolasi sosial.
TUK 3 : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
TUK 4: Klien mampu berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
TUK 5: Klien mampu mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
TUK 6: Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial.
TUK 7: Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

















2.2.5 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).
Tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan rencana yang telah dibuat. Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien saat ini. Perawat bekerjasama dengan pasien, keluarga, dan tim kesehatan lain dalam melakukan tindakan. Tujuannya adalah memberdayakan pasien dan keluarga agar mampu mandiri memenuhi kebutuhannya dan meningkatkan ketrampilan koping dalam menyelesaikan masalah. Perawat bekerja sama dengan pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi kebutuhan mereka dan memfasilitasi pengobatan melalui kolaborasi dan rujukan (Keliat : 2011).



Menurut Sujono (2009) tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan hubungan sosial adalah :
1) Untuk Pasien
(1) Tujuan : Pasien mampu membina hubungan saling percaya.
Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien, berkenalan dengan klien, menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini, membuat kontrak asuhan keperawatan (topik, waktu, dan tempat), menjelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi, menunjukkan sikap empati terhadap pasien, dan memenuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.
(2) Tujuan : klien mampu menyadari penyebab isolasi sosial.
Menanyakan tentang pendapat klien mengenai kebiasaan berinteraksi dengan orang lain, menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain, mendiskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka, mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain, menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien.
(3) Tujuan : Klien mampu berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
Beri kesempatan klien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain, mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang, bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya, beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien, siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain (mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya), beri dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya.
2) Untuk Keluarga
Menurut Keliat (2011) tindakan keperawatan untuk keluarga adalah :
(1) Tujuan : Keluarga mampu merawat pasien isolasi sosial dirumah.
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien dengan menjelaskan tentang : masalah isolasi, penyebab isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
Cara – cara merawat pasien isolasi sosial, antara lain : membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli dan tidak ingkar janji, memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk dapat melakukan kegiatan bersama – sama dengan orang lain yaitu dengan tidak mencela kondisi pasien dan memberikan pujian yang wajar, tidak membiarkan pasien sendiri di rumah, membuat rencana atau jadwal bercakap – cakap dengan pasien, memperagakan cara merawat pasien isolasi sosial, membantu keluarga mempraktikkan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan yang dihadapi, dan menjelaskan perawatan lanjutan.




2.2.6 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya (Nursalam, 2012).
Menurut Keliat (2011) evaluasi dilakukan untuk menilai perkembangan kemampuan pasien dan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan masalah. Kemampuan yang diharapkan adalah :
1) Pada tingkat individu diharapkan pasien mampu :
(1) Melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari sesuai kemampuannya.
(2) Membina hubungan dengan orang lain di lingkungannya secara bertahap.
(3) Melakukan cara – cara menyelesaikan masalah yang dialami.
2) Pada tingkat keluarga diharapkan keluarga mampu :
(1) Membantu memenuhi kebutuhan sehari – hari pasien hingga pasien mandiri.
(2) Mengenal tanda dan gejala dini terjadinya gangguan jiwa.
(3) Melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa atau kekambuhan.
(4) Mengidentifikasi perilaku pasien yang membutuhkan konsultasi segera.
(5) Menggunakan sumber – sumber yang tersedia di masyarakat seperti tetangga, teman dekat, dan pelayanan kesehatan terdekat.
Kembali Ke Atas Go down
http://jovian.yours.tv
 
Studi Kasus Giar Jovian BAB 2
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» Studi Kasus Giar Jovian BAB 1
» Studi Kasus Giar Jovian BAB 3
» Studi Kasus Giar Jovian BAB 4
» Studi Kasus Giar Jovian BAB 5
» GIAR JOVIAN

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
 :: E-ducation :: Kumpulan ASKEP dan LP-
Navigasi: