CONTUSIO PARU
LANDASAN TEORI
PENGERTIAN
Contusio paru adalah kerusakan jaringan paru yang terjadi pada hemoragie dan edema setempat (Smeltzer, 2002), sedangkan menurut Yasmin (2003) diartikan sebagai memarnya parenkim paru yang sering disebabkan oleh trauma tumpul. Kelainan ini dapat tidak terdiagnosa saat pemeriksaan rontgen dada pertama, namun dalam keadaan fraktur scapula, fraktur rusuk atau flail chest harus mewaspadakan perawat terhadap kemungkinan adanya contusio pulmonal.
Sehingga contusio paru dapat dijelaskan sebagai proses dekompresi dan kompresi akibat trauma yang menyebabkan kerusakan jaringan paru sehingga terjadi edema setempat, perdarahan, konsolidasi paru yang terbukti pada pengkajian awal.
ANATOMY DAN FISIOLOGI
Anatomy
1) Dinding dada
Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis, thorakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jaringan lunak yang membentuk dinding dada adalah otot dan pembuluh darah (pembuluh darah interkostalis dan thorakalis interna).
2) Dasar thorak
Dibentuk oleh otot diafragma dan dipersyarafi nervus frenikus. Diafragma mempunyai lubang untuk jalan aorta, vena cava superior dan esophagus.
3) Isi rongga thorak
Rongga pleura kanan dan kiri berisi paru – paru. Rongga ini dibatasi oleh pleura visceralis dan parietalis. Rongga mediastinum dan isinya terletak ditengah dada.
Fisiologi
Fisiologi pernafasan
Udara mengalir dari ddaerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan rendah. Terdapat tiga tekanan yang berperan dalam ventilaasi, yaitu:
1) Tekanan atmosfer, yaitu tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer pada benda dipermukaan bumi.
2) Tekanan intra alveolus (tekanan intra paru) adalah tekanan di dalam alveolus.
3) Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam kantong pleura (biasanya disebut tekanan intra thorak), merupakan tekanan yang ditimbulkan diluar paru di dalam rongga thorak.
Paru dalam keadaan normal meregang untuk mengisi rongga thorak yang lebih besar. Aliran udara masuk dan keluar paru terjadi karena adanya perubahan siklik tekanan intra alveolar. Tekanan intra alveolar dapat diubah dengan mengubah volume paru sesuai hukum Boyle (yang menyatakan: “tekanan yang ditimbulkan oleh suatu gas berbanding terbalik dengan volume gas”), resistensi saluran nafas mempengaruhi kecepatan aliran.
Respirasi diawali dengan kontraksi otot respirasi utama yakni diafragma dan otot interkosta eksternal, sedangkan permulaan ekspirasi adalah relaksasi otot inspirasi (Sherwood, 2012)
KLASIFIKASI KONTUSIO PARU
Ringan : nyeri saja.
Sedang : sesak nafas, mucus dan darah dalam
percabangan bronchial, batuk tetapi tidak
mengeluarkan sekret.
Berat : sesak nafas hebat, takipnea, takhikardi, sianosis,
agitasi, batuk produktif dan kontinyu, secret
berbusa, berdarah dan mukoid.
(Brunner & Suddart, 2001)
ETIOLOGI
Penyebab utama terjadinya contusio paru adalah trauma tumpul pada dada. (Smeltzer, 2002)
Kecelakaan lalu lintas
Trauma tumpul dengan fraktur Iga yg multipel
Cedera ledakan atau gelombang kejut yang terkait dengan trauma penetrasi.
Flail chest
Dapat pula terjadi pada trauma tajam dg mekanisme perdarahan dan edema parenkim
PATHOFISIOLOGY DAN PATHWAY
Cedera pada parenkim paru dan jaringan kapiler
Kebocoran protein serum dan plasma
Tekanan osmotik meningkat
resiko kekurangan cairan
Kehilangan cairan dari kapiler
Penumpukan cairan di bronkiolus
dan permukaan alveoli
gangguan pertukaran gas
Penurunan PO2 takipnea
Tekanan vaskuler paru dan arteri pulmonary
nyeri dada
Hipoksia dan retensi CO2
Ketidakefektifan pola napas
Penurunan kesadaran
Intoleransi aktivitas
Ketidakefektifan perfusi cerebral
Hipoksia berat
Respiratori distress
MANIFESTASI KLINIS
Takipnea.
Takikardi.
Nyeri dada.
Dispnea.
Batuk disertai sputum atau darah.
Suara nafas Ronchi, melemah.
Perkusi redup, krepitasi.
Ekimosis.
Hipoksemia berat.
Respiratori distress.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
AGD (Analisa Gas Darah)
Cukup oksigen dan karbondioksida berlebihan, namun kadar gas tidak menunjukkan kelainan pada awal perjalanan luka memar paru.
Rontgen Thorax
Menunjukkan gambaran infiltrat.
CT Scan Thorax : memberikan gambaran kontusio.
EKG : memberikan gambaran iskemik.
USG : menunjukkan memar paru awal, terdapat garis putiih vertical B-garis.
EPIDEMIOLOGI
Kontusio paru terjadi pada 25-35% dari semua trauma dada tumpul
Terjadi pada 30-75% dari luka dada yang parah dengan angka kematian diperkirakan 14-40%
Sekitar 70% dari kasus hasil dari tabrakan kendaraan bermotor.
Cedera olah raga, Ledakan adalah penyebab lainnya.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan utama :
Patensi jalan nafas, oksigenasi, control nyeri.
Perawatan utama :
Menemukan luka memar yang menyertai,mencegah cedera tambahan,dan memberikan perawatan suportif sambil menunggu luka memar sembuh.
Penatalaksanaan pada contusio paru ringan :
1) Nebulizer.
2) Postural drainage.
3) Fisiotheraphy.
4) Pengisapan endotrakheal steril.
5) Antimicrobial.
6) Oksigenasi.
7) Pembatasan cairan.
Penatalaksanaan pada contusio paru sedang :
1) Intubasi dan ventilator.
2) Diuretik.
3) NGT.
4) Kultur sekresi trakeobronchial.
Penatalaksanaan pada contusio paru berat :
1) Intubasi ET dan ventilator.
2) Diuretic.
3) Pembatasan cairan.
4) Antimicrobial profilaktik.
5) Larutan koloid dan kristaloid.
(Brunner & Suddart, 2001)
KOMPLIKASI
Infeksi (Pneumonia).
Gagal nafas.
Syok hipovolemi.
Hematothorak.
Pneumothorak. (Smeltzer, 2002)
PROGNOSIS
Memar biasanya sembuh sendiri tanpa menyebabkan komplikasi permanen.
Kebanyakan memar membaik dalam lima sampai tujuh hari setelah cedera.
Tanda terdeteksi dengan radiografi biasanya hilang dalam 10 hari setelah cedera ketika tidak terjadi komplikasi seperti pneumonia.
Fibrosis paru-paru dapat terjadi
Selama enam bulan setelah memar paru, 90% menderita kesulitan bernafas
PENCEGAHAN
Menggunakan sabuk pengaman yang dikombinasi dengan airbag saat berkendara
Car seat dapat melindungi anak-anak dari contusion pulmonal saat kecelakaan
Gunakan pelindung dada pada beberapa olahraga seperti pemain basket, softball.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Data fokus:
Inspeksi : jalan nafas, bentuk thorak, vena leher, pernafasan, tanda vital dan warna kulit.
Palpasi : thorak, adakah nyeri tekan, krepitasi dan posisi.
Auskultasi : bunyi nafas, bunyi jantung.
Aktivitas/ istirahat
Gejala : kekurangan energy, kelelahan, insomnia.
Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya fenomena embolik (darah, udara, lemak).
Tanda :TD dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut menjadi hipoksia), hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok), takhikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, S2 dapat terjadi (komponen paru), EKG dapat terjadi disritmia, kulit dan membrane mukosa puncat, dingin, sianosis (pada tahap lanjut).
Integritas ego
Gejala : ketakutan, ancaman perasaan takut.
Tanda : gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang perubahan mental.
Makanan/ cairan
Gejala : mual, kehilangan selera makan.
Tanda : oedema/ perubahan BB, hilang atau berkurangnya bunyi usus.
Neurosensori
Gejala / tanda : adanya trauma kepala, mental lamban, disfungsi motor.
Pernafasan
Gejala : adanya aspirasi/ tenggelam, inhalasi asap/gas,
Infeksi paru.
Tanda :
1) Pernafasan cepat, mendengkur, dangkal.
2) Peningkatan kerja nafas : penggunaan otot aksesoris pernafasan.
3) Bunyi nafas pada awal krekel, ronkhi, dan dapat terjadi bunyi nafas bronchial.
4) Pada perkusi terdengar bunyi pekak diatas area konsolodasi.
5) Ekspansi dada menurun atau tidak sama.
6) Peningkatan fremitus (getar fibrasi pada dinding dada dengan palpitasi).
7) Pucat/ sianosis.
8) Penurunan mental, bingung.
Keamanan
Gejala : riwayat trauma ortopedik, sepsis, transfuse darah.
Seksualitas
Gejala : kehamilan dengan komplikasi eklamsia.
Penyuluhan
Rencana pemulangan : tergantung pada efek sisa / kerusakan paru dapat memerlukan bantuan dalam transportasi perawatan diri , perawatan / pemeliharaan dirumah.
(Doenges, 2009)
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan deformitas dinding dada.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keseimbangan ventilasi – perfusi.
Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret.
Ancietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral.
Risiko infeksi berhubungan masuknya mikroorganisme sekunder.
Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh
Deficit pengetahuan
Defisit self care
3. Rencana Intervensi Keperawatan
NO
DX. KEPERAWATAN
TUJUAN & KRITERIA HASIL
(NOC)
INTERVENSI (NIC)
RASIONAL
1
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam pasien dapat:
Mengenal factor – factor penyebab.
Mengenal onset nyeri.
Tindakan pertolongan non – analgetik.
Menggunakan analgetik.
Melaporkan gejala kepada tim kesehatan.
Nyeri terkontrol.
Menunjukkan tingkat nyeri dengan indicator:
Melaporkan nyeri.
Frekuensi nyeri.
Lamanya episode nyeri.
Ekspresi nyeri : wajah.
Posisi melindungi tubuh.
Kegelisahan.
Perubahan respirasi rate.
Perubahan TD.
Perubahan ukuran pupil.
Respirasi.
Kehilangan nafsu makan.
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
Observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan.
Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien.
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
Bantu pasien dan keluarga mencari dan menemukan dukungan.
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri.
Kurangi faktor presipitasi nyeri.
Pilih dan lakukan penanganan nyeri.
Kolaborasi pemberian analgetik.
Data pengkajian awal menentukan respon, keberhasilan, dan ketepatan tidakkan berikutnya.
Respon nyeri dapat terlihat dari respon non verbal pasien.
Komunikasi terapeutik menentukan kerjasama dalam pemberian asuhan keperawatan .
Support system dari lingkungan dapat mempengaruhi respon nyeri pasien.
Pengalaman nyeri masa lampau mempengaruhi repon nyeri saat ini.
Meningkatkann mekanisme koping.
Meningkatkan kenyamanan pasien, mengurangi nyeri.
Meningkatkan kenyamanan.
Mengurangi nyeri secara farmakologis.
Analgetik digunakan untuk mengurangi nyeri
2. Pola nafas perubahan membrane kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam pasien dapat:
Menunjukkan pola nafas yang efektif diibuktikan dengan status pernafasan yang tidak berbahaya; ventilasi dan tanda vital.
Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan berada dalam batas normal, pada pemeriksaan rontgen thorax terlihat adanya pengembangan dan paru, bunyi nafas terdengar jelas.
Identifikasi penyebab perubahana pola nafas.
Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, dan laporkan setiap perubahan yang terjadi.
Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, atau dalam posisi duduk.
Observasi tanda vitas (nadi dan RR).
Lakukan auskultasi suara nafas setiap 2-4 jam.
Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Menentukan pilihan intervensi yang tepat.
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, dapat diketahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
Penurunan diafragma memperluas daerah dadasehingga ekspansi paru bisa maksimal.
Peningkatan RR dan takhikardimerupakan indikasi dari adanya penurunan fungsi paru.
Menentukan kelainan suara paru.
Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot – otot dada atau abdomen membuat batuk lebih efektif.
3
Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi-perfusi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam ventilasi tidak bermasalah dengan kriteria:
Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
Tidak menggunakan pernafasan mulut
Tidak mengalami napas dangkal atau ortopnea
Status neurologis dalam rentang yang diharapkan
Dispnea pada saat istirahat dan aktivitas tidak ada.
Kaji keefektifan jalan nafas.
Pantau gas darah.
Pantau status mental pasien.
Identifikasi kebutuhan pasien akan insersi jalan nafas aktual/potensial; auskultasi bunyi nafas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan adanya bunyi tambahan; pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
Jelaskan kepada pasien dan keluarga alasan pemberian oksigen dan tindakan lainnya.
Laporkan perubahan kondisi pasien sehubungan dengan pengkajian data..
Peningkatan pembentukan mucus sejalan dengan penurunan aksi mukosiliaris menunjang penurunan lebih lanjut aliran udara serta penurunan pertukaran gas, yang diperburuk oleh kehilangan daya elastisitas paru.
PaO2 yang rendah, PaCO2 yang meningkat menunjukkan kemunduran tingkat respirasi.
Supali O2 yang tidak adekuat dapat mempengaruhi tingkat kesadaran.
Sebagai bentuk tindakan pengelolaan jalan nafas.
Meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga untuk tindakan yang dilakukan.
Sebagai dasar tindakan medis selanjutnya.
JURNAL TERKAIT
Effects of penehyclidine hydrochloride on pulmonary contusion from blunt chest trauma in rats
Wu XJ, Xia Zy, Wang LL, Luo T, Zhan LY, Meng QT, Song XM
Department of anashtesiology, Renmin Hospital of Wuhan University,Wuchang, People’s Republic of China
Abastract
Baground and Objective: toll like-receptor 4 (TLR4) is widely recognized as a pattern recognition receptor (PRR) in the triggering of innate immunity. Lung inflammation and systemic innate immune resinses are dependent on TLR4 activation undergoing pulmonary contusion. Therefore, the author investigated the effects of penehyclidine hydrochloride (PHC) on the expression of TLR4 and inflammatory esponses of blunt chest trauma induced pulmonary contusion.
Material and Methods: male Sparague-Dawley (SD) rats wewe randomly assigned into three groups: normal control (NC) group, pulmonary contusion (PC) group and penehycidine hydrochloride treatment (PHC) group. Pulmonary contusion was induced in aasthetised rats at fixed chest impact energy of 2.45J. lung injury was assessed by the hispathology changes, arterial blood gas and myeloperoxidase (MPO) activity lung. The expression of TLR4 was determined by immunohistochemistry.
Result: blunt chest produced leucocytosis I the interstitial capillaries, hypoxemia, and increased MPO activity. The expression of TNF α, IL-6 and TLR4 in the lung were significantly enchanced during pulmonary contusion. PHC treatment effectively attenuated pulmonary inflammation responses, as shown by improved pulmonary oxygenation, histopathology damage, decreased the MPO activity, the expression of TNF α, IL-6 and TLR4 after lung injury.
Conclusion: it might be concluced that PHC exhibit anti-inflamatory and protective effects in traumatic lung injury via the inhibition of the TLR4 pathway.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 2009. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN. Jakarta: EGC
Judith M. Wilkinson: alih bahasa, Widyawati…..(et al). 2007. Buku Saku DIAGNOSIS KEPERAWATAN dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta.EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA International: alih bahasa Made Sumarwati, (et al). 2011.Diagnosis Keperawatan: Definisi dan klasifikasi 2009-2011. Jakarta: EGC
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Smeltzer, Suzzanne C.2002. Buku Ajar KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH edisi 8. Jakarta: EGC
Staf Pengajar Bagian Patologik Anatomik FKUI. 1994. Kumpulan Kuliah PATOLOGI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI