ASUHAN KEPERAWATAN PERAWATAN PASIEN DENGAN PNEUMOTORAKS
1. Pendahuluan
Pneumotoraks pertama kali ditemukan oleh Boerhaave pada tahun 1724, tetapi tanda dan gejala pneumotoraks dikemukakan pertama kali oleh Laennec tahun 1819 bahwa pneumotoraks dapat menyebabkan keadaan yang gawat tak perlu diragukan lagi, bila kurang waspada maut tantangannya, penanggulangan sangat sederhana dan hasilnya sangat memuaskan.
2. Pengertian
Pneumotoraks adalah pengumpulan udara dalam ruang potensial antara pleura viseralis dan parietalis (Arif Mansjoer edisi 3 jilid 2 hal 295).
3. Macam-macam Pneumotoraks
Pneumotoraks spontan primer adalah pneumotoraks yang terjadi tanpa riwayat penyakit paru sebelumnya ataupun trauma, kecelakaan, dan dapat terjadi pada individu yang sehat.
Pneumotoraks spontan skunder adalah pneumotoraks yang terjadi pada penderita yang mempunyai riwayat penyakit paru sebelumnya misalnya TB paru, PPOK dll.
Pneumotorak traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi karena trauma di dada, kadang disertai dengan hematopneumotoraks. Perdarahan yang timbul dapat berasal dari dinding dada ataupun paru itu sendiri.
Pneumotoraks iatrogenic adalah pneumotoraks yang terjadi pada saat kita melakukan tindakan diagnostic seperti transtorakal biopsy, pungsi pleura.
Penumotoraks katamenial (catamenial / monthly pneumotorak) adalah pneumotoraks yang terjadi sehubungan dengan siklus menstruasi, timbul setelah 48-72 jam menstruasi. Maurer dkk (1958) dan lilington (1972) melaporkan pneumotoraks ini cenderung berulang mengikuti siklus mentruasi, paru kanan lebih sering,nakamura melaporkan kejadian 3-6% usia 20-30 tahun. Penderita mengeluh tiba-tiba sesak nafas pada saat atau beberapa setelah menstruasi. Patogenesisnya belum jelas, ada beberapa teori antara lain udara mencapai rongga pleura berasal dari servik kemudian ke peritonium/ abdomen melalui defek diafragma kengenital. Teori lain mengatakan bahwa endometritis yang terdapat diparu atau diafragma mengalami nekrosis pada saat menstruasi. Penatalaksanaanya seperti pneumotoraks lainya, tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan kejadian berulang yaitu pemberian kontrasepsi untuk mencegah ovulasi dan histerektomi
Menurut jenis kebocorannya pneumotorak dapat di bagi:
1. Pneumotoraks tertutup
2. Pneumotoraks terbuka
3. Pneumotoraks ventil
4. Tekanan intrapleura dan intra bronkial
1. Tekanan intrapleural inspirasi sekitar - 11 S/D - 12 cm H2 O
2. Tekanan intrapleural ekspirasi sekitar - 4 S/D - 9 cm H2 O
3. Tekanan intra bronchial inspirasi sekitar - 1,5 S/D - 7 cm H2 O
4. Tekanan intra bronchial ekspirasi sekitar - 1,5 S/D - 4 cm H2 O
5. Tekanan intra bronchial waktu bicara + 30 cm H2 O
6. Tekanan intra bronchial waktu batuk + 90 cm H2 O
5. Patogenesis dan potofisiologi pneumotoraks
Tekanan di dalam rongga pleura negative selama siklus respirasi berlangsung. Tekanan negatif tersebut disebabkan pengembangan dada. Jaringan paru mempunyai kecenderungan menjadi kolaps karena sifat yang elastis (elastic recoil). Bila ada kebocoran antar alveoli dengan rongga pleura, udara akan berpindah dari alveoli ke rongga pleura sampai terjadi tekanan yang sama atau sampai kebocoran tertutup sehingga akan kolap (menguncup) karena sifat paru yang elastis. Hal yang sama terjadi bila terdapat hubungan langsung (kebocoran) antara dinding dada dengan rongga pleura.
Pneumotoraks spontan primer terjadi karena ruptur blebs subpleura, biasanya terletak di apeks. Patogenesisnya belum jelas, diduga disebabkan tekanan transpulmoner di apek lebih besar daripada bagian bawah paru. Penyebab lain karena kelainan konginetal, inflamasi, ruptur trakeobronkial, distensi berlebih pada paru normal akan menyebabkan ruptur alveol subpleural.
Meknisme pembentukan bula masih diperdebatkan, beberapa penjelasan antara lain degradasi benang elastin pada paru yang diinduksi oleh asap rokok diikuti sebukan neutrofil dan makrofag yang menimbulkan blebs tersebut. Degradasi ini menyebabkan ketidakseimbangan antara protease antiprotease dan sistem oksigen dalam paru dan setelah terbentuk bula terjadi obstruksi pada paru yang diinduksi oleh inflamasi, keadaan ini akan meningkatkan tekanan intraalveolar sehingga terjadi kebocoran udara menuju ruang interstisial paru dan ke hilus menyebabkan pneumediastinum, tekanan mediastinum akan meningkat dan pleura mediastinum ruptur sehingga timbul pneumotoraks.
Perubahan fisiologis akibat pneumotoraks adalah penurunan kapasitas vital dan PaO2, sehingga terjadi hipoventilasi dan asidosis respiratorik. Gangguan fungsi paru tergantung dari besarnya penguncupan paru, yang paling berbahaya adalah pneumotoraks ventil, pada keadaan ini tekanan di rongga pleura akan meningkat terus hingga paru akan menguncup total selanjutnya mediastinum akan terdorong kesisi lawannya. Pendorongan mediastinum ini dapat menyebabkan gangguan aliran darah karena tertekuknya pembuluh darah, bila gangguannya hebat dapat terjadi syok sampai kematian.
6. Gejala Klinis
1. Nyeri dada yang mendadak
2. Sesak napas yang mendadak
3. Kegagalan pernapasan dan mungkin pula disertai sianosis.
9. Foto RO dada
Umumnya didapat garis penguncupan paru yang sangat halus (pleural line), bila disertai darah atau cairan lainnya akan tampak garis mendatar yang merupakan batas udara dan cairan (air fluid level)
10. Komplikasi
Pneumotoraks ventil (Tension Pneumotoraks)
Suatu keadaan dimana terjadi tekanan yang terus meninggi di dalam rongga pleura, penderita akan sesak nafas yang hebat, keringat dingin, gelisah. Pada foto toraks akan terlihat selain paru yang kolaps (garis pleura), jantung dan mediastinum terdorong ke samping dan diafragma kebawah, keadaan ini adalah emergensi sehingga diperlukan tindakan segera.
Pneumomediastinum
Biasanya terjadi karena ruptur bronkus atau perforasi oesofagus, sering disertai dengan emfisema subkutis.
Hematopneumotoraks
Disebabkan ruptur pembuluh darah kecil yang terletak antara pleura viseralis dan parietalis, perdarahan dapat juga terjadi akibat trauma dinding dada terjadi ruptur pembuluh darah dinding dada atau karena cidera paru.
Pneumotoraks bilateral = Jarang terjadi (<2%)
Pneumotoraks persisten
Setelah beberapa saat penanganan, paru tidak mengembang sehingga dibutuhkan tindakan operasi. Ada beberapa hal yang menyebabkan paru tidak mengembang yaitu terjadinya fistel, penyumbatan bronkus, penebalan pleura atau selang WSD yang tersumbat.
11. Penatalaksanaan Medis
Ada 2 cara yaitu tindakan nonbedah dan pembedahan
1. Tindakan non bedah
a. Observasi
Dilakukan pada penderita tanpa keluhan dengan luas pneumotoraks <20%, udara akan diabsorsi 1,25% volume udara dalam rongga pleura/24 jam (50-70 ml /hari). Sebaiknya penderita dirawat untuk observasi selama 24-48 jam, tindakan observasi hanya dilakukan bila luas lesi <15%, bila penderita dipulangkan diberi penjelasan perihal keadaan emergensi (pneumotoraks tension) supaya kembali ke rumah sakit untuk mendapat pengobatan lebih lanjut. Control foto toraks ulang setelah beberapa hari diperlukan untuk mengevaluasi. Apabila setelah 7 hari pengamatan masih terdapat pneumotoraks maka diperlukan aspirasi atau pemasangan WSD.
b. Aspirasi
Dapat dilakukan dengan mengunakan abbocath nomor 14 yang dihubungkan dengan three way dengan mengunakan semprit 50 cc dilakukan aspirasi
c. Pemasangan WSD
Penderita harus dirawat, semakin besar selangWSD yang dipasang semakin baik, umumnya untuk pneumotoraks digunakan selang nomer 20, untuk mempercepat pengembangan paru dapat dibantu dengan penghisapan yang terus menerus (continoussuction). WSD dapat di cabut setelah paru mengembang yang ditandai dengan terdengarnya kembali suara nafas dan dipastikan dengan foto toraks paru telah mengembang, maka selang WSD diklem. Biasanya bila paru sudah mengembang sempurna tidak terdapat lagi undulasi pada WSD, setelah 1-3 hari diklem dibuat foto ulangan, bila paru tetap mengembang maka WSD dapat dicabut, pencabutan WSD dilakukan dalam keadaan ekspirasi maksimal.
Indikasi Kontra pemasangan WSD.
1. Tidak direkomendasikan pada pneumotoraks minimal tanpa keluhan (small asymptomatic pneumothorax).
2. Penderita dengan ventilator mekanis.
3. Belum berpengalaman memasang WSD.
4. Gangguan factor pembekuan darah (koagulopati)
Komplikasi pemasangan WSD
1. Nyeri
2. Pendarahan
3. Infeksi
Beberapa hal yang menyebabkan paru tidak mengembang setelah pemasangan WSD
1. Terjadi fistel = Pada keadaan ini diperlukan tilndakan bedah untuk mengatasinya.
2. Sumbatan bronkkus = Dapat terjadi karena penumpukan lender di dalam bronkus atau sumbatan karena tumor endobronkial / masa dil lumen bronkus. Untuk mengatasi keadaan ini dapat dilakukan drainase sputum / slym dengan tindakan bronkoskopi, atau melakukan tindakan laser pada masa yang menyumbat lumen bronkus bila dimungkinkan.
3. Selang WSD tertekuk.
4. Sumbatan yang timbul pada selang WSD karena tertumpuknya gumpalan darah atau fibrin atau secret yang mengental. Untuk mengatasi keadaan ini dapat dlilakukan dengan mengganti selang WSD dengan yang baru atau menghilangkan sumbatan tersebut dengan melakkukan suction sampai bersih.
5. Pleura viseralis yang menebal = Pleura yang menebal kadang terlihat pada pemeriksaan foto toraks. Untuk mengatasi keadaan ini diperlukan tindakan bedah (detortikasi).
2.Tindakan bedah
Toraktomi
Indikasi operasi pada serangan pertama pneumotoraks spontan bila terjadi kebocoran lebih dari 3 hari, hemotoraks, kegagalan paru untuk mengembang, pneumotoraks bilateral pneumotoraks ventil atau jika pekerjaan penderita mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya pneumotoraks. Pneumotoraks berulang merupakan indikasi operasi untama pada penderita pneumototaks spontan primer.
Torakoskopi.
Penggunaan torakskopi untuk diagnosis dan terapi pneumotoraks spontan telah lama diketahui. Selain luntuk menilai pneumotoraks terapi endoskopi dapat dilakukan berdasarkan pene,uan yang didapat dengan torakoskopi. Begitu juga dengan penentuan untuk pleurodesis atau operasi. Torakoskopi merupakan terapi alternatif untuk penderita pneumotoraks berulang atalu pneumotoraks lebih dari 5 hari. Kelainan yang didapatkan dari torakoskopi pada penderita pneumotoraks spontan dapat blrupa normal, perlekatan pleura, blebs kecil (<2 cm) atau bula besar (>2 cm)
@Pengkajian Keperawatan
Anamnesis
Ditemukan keluhan sesak nafas atau nyeri dada pada sisi yang sakit, keluhan timbul mendadak ketika tidak sedang beraktifitas.
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan sesak seringkali datang mendadak dan semakin lama semakin berat, nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat dan tertekan, terasa lebih nyeri pada gerakan pernafasan. Selanjutnya dikaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluruh yang menembus rongga dada dan paru, ledakan yang menyebabkan peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan di dada yang mendadak menyebabkan tekanan dalam paru meningkat, kecelakaan lalulintas biasanya menyebabkan trauma tumpul didada atau tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit TB paru, PPOM, kanker dan tumor metastase ke pleura.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga perlu ditanyakan apakan pernah keluarga klien pernah menderita penyakit yang sama.
Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya, serta bagaimana prilaku klien pada tindakan yang dilakukan terhadap dirinya
@ Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing)
*Inspeksi
RR meningkat, pengunaan otot bantu pernafasan, gerakan pernafasan sisi yang sakit lebih menonjol dan tertinggal pada pernafasan.
*Palpasi
focal fremitus menurun pada sisi yang sakit.
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada sisi yang sakit.
ICS bisa normal atau melebar
*Perkusi
Hipersonor dan pergeseran mediastinum ke sisi yang sehat.
Auskultasi suara nafas nafas yang melemah/jauh dan kadang-kadang didapatkan suara amforik.
B2 (Blood)
CRT, TTV
B3 (Brain)
kesadaran klien perlu dikaji.
Eye (respon membuka mata)
(4) : Spontan
(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : Tidak ada respon
Verbal (respon verbal)
(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon
Motor (respon motorik)
(6) : Mengikuti perintah
(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : Tidak ada respon
B4 (Blader)
Oliguri merupakan tanda pre shock.
B5 (Bowel)
Akibat sesak klien mengalami mual muntah dan penurunan nafsu makan dan berat badan.
B6 (Bone)
Klien mengalami gangguan ADL karena sesak nafas, kelemahan fisik secara umum
@ Diagnose Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan pneumotoraks
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru skunder thd peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret jalan nafas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membran alveolar kapiler.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entree akibat penusukan luka WSD.
5. Kerusakan intrgritas jaringan berhubungan dengan adanya luka pemasangan WSD.
6. Resti trauma berhungan dengan tdk optimalnya drainase skunder akibat pipa WSD terjepit.
7. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan sekunder terhadap penekanan struktur abdomen.
8. Gangguan ADL (activity daily living) berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan skunder terhadap sesak nafas.
9. Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidak mampuan untuk bernafas).
10. Gangguan pola tidur berhungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan.
11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan
12.
12. Perencanaan
DX Ketidakefektifan pola pernafasan
Tujuan Pola nafas klien kembali efektif dalam waktu 3x24 jam
kriteria hasil: RR irama kedalaman dalam batas normal, bunyi nafas terdengar jelas, pergerakan dada simetris, pada foto torak adanya pengembangan paru.
Intervensi dan rasional
1. Identifikasi faktor penebab kolap spontan, trauma, keganasan, infeksi, komplikasi mekanik pernafasan
@ Memahami kolap paru sangat penting untuk mempersiapkan WSD pada pneumotorak dan menentukan intervensi lainnya
2. Kaji kualitas frekuensi kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi
@ kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien
3. Atur posisi yang nyaman atau posisi duduk
@ Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal
4. Observasi TTV (nadi, RR)
@ Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru
5. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam
@ Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru kemungkinan akibat berkurangnya atau tdk berfungsinya lobus, sgmen salah satu dari paru
6. Bantu dan ajarkan klien batuk efektif
@ Menekan daerah nyeri ketika batuk atau nafas dalam. penekanan otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif
7. Kolaborasi tindakan pemasangan WSD
@ Dengan WSD memungkinkan udara keluar dari rongga pleura dan mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan memprtahankan tekanan negatif pada intrapleura
DX Resiko tinggi infeksi
Tujuan Klien bebas dari infeksi pada lokasi insersi selama pemasangan WSD
kriteria hasil: tidak ada tanda-tanda infeksi, TTV dalam batas normal
Intervensi dan rasional
1. Berikan pengertian dan motivasi tentang perawatan WSD
@ Perawatan mandiri seperti menjaga luka dari hal yang septic tercipta bila klien memiliki pengertian yang optimal
2. Kaji tanda – tanda infeksi
@ Hipertemi, kemerahan, purulent, menunjukan indikasi infeksi
3. Monitor Leukosit dan LED
@ Leukositosis dan LED yang meningkat menunjukan indikasi infeksi.
4. Dorongan untuk nutrisi yang optimal
@ Mempertahankan status nutrisi serta mendukung system immune
5. Berikan perawatan luka dengan teknik aseptikdan anti septic
@ Perawatan luka yang benar akan menimbulkan pertumbuhan mikroorganisme
6. Bila perlu berikan Antibiotik sesuai advis.
@ Mencegah atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme
13. DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mukti dkk (1994) Pedoman Diagnosis dan Terapi lab ilmu penyakit paru RSUD Dr Soetomo Surabaya. Surabaya
Afif Muttaqin, 2008. Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan sistem pernafasan.Salemba. Jakarta
Alsagaf Hood dan Mukti Abdul H, 2002. Dasar-Dasar Ilmu Diagnostik Fisik Paru Airlangga. Surabaya
Alsagaf Hood dan Mukti Abdul H, 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit paru, Airlangga. Surabaya
Budi Swidarmoko, Agus dwi Susanto. 2010. Pulmonologi Intervensi dan gawat darurat nafas. FK UI. Jakarta
Carpenito,L.J 2000 Buku Saku Rencana Asuhan Keperawatan, EGC: Jakarta
Doengoes, M.E. 2000 Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 3. EGC.Jakarta
Mansjoer dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta