-=Selamat Datang di Giar Jovian Media=-

Anda baru disini?
Untuk melihat seluruh isi Website ini silahkan klik "Register" dibawah ini untuk mendaftar di Website ini!

Anda telah terdaftar disini?
Silahkan klik "Login" dibawah ini untuk masuk kedalam Website!
Terima Kasih!

Regard's,

:: Giar Jovian ::
-=Selamat Datang di Giar Jovian Media=-

Anda baru disini?
Untuk melihat seluruh isi Website ini silahkan klik "Register" dibawah ini untuk mendaftar di Website ini!

Anda telah terdaftar disini?
Silahkan klik "Login" dibawah ini untuk masuk kedalam Website!
Terima Kasih!

Regard's,

:: Giar Jovian ::
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.


 
IndeksGalleryPencarianLatest imagesPendaftaranLogin

 

 Tiga Prinsip Berinteraksi dengan Al Quran Selama Ramadhan

Go down 
PengirimMessage
vengenz01
Academy Student
Academy Student



Jumlah posting : 7
Join date : 01.09.12

Tiga Prinsip Berinteraksi dengan Al Quran Selama Ramadhan Empty
PostSubyek: Tiga Prinsip Berinteraksi dengan Al Quran Selama Ramadhan   Tiga Prinsip Berinteraksi dengan Al Quran Selama Ramadhan Empty1st September 2012, 9:54 pm



"Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu.." (QS Al-Baqarah 2:185)



Berdasarkan firman Allah tersebut di atas, selain sebagai bulan puasa,
syahrul shiyam, Ramadhan juga merupakan syahrul Quran.






Maka bukti bahwa kita telah menjadikan Ramadhan sebagai Syahrul
Quran apabila kita telah melaksanakan semua prinsip yang ada di dalam petunjuk
pelaksanaan berinteraksi dengan Al Quran sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW.






Karakter-karakter dalam berinteraksi dengan Al Quran supaya
maksimal hubungan kita dengan Al Quran dalam bulan Ramadhan dijelaskan dalam
hadits-hadits Rasulullah sebagai berikut.






Pertama, adanya penyibukan diri dengan Quran.






Dalam sebuah hadits qudsi diriwayatkan, Allah SWT telah berfirman, ”Barangsiapa yang disibukkan
dengan Al Qur’an dan berdzikir kepada-Ku, hingga tidak sempat meminta
kepada-Ku, maka aku akan memberikan apa yang terbaik yang Aku berikan kepada
orang-orang yang meminta. Dan
keutamaan firman Allah atas perkataan makhluk-Nya adalah seperti keutamaan
Allah atas semua makhluknya.” (HR. Turmudzi)






Dalam hadits ini
kita menggarisbawahi kata disibukkan. Kata disibukkan di sini menunjukkan bahwa
di antara interaksi kita dengan Al Quran adalah penyibukan diri kita dengan Al Quran.
Penyibukan itu berarti kita bersedia untuk menjadikan sebagian besar waktu kita
untuk Al Quran, maupun tetap memperhatikan keseimbangan dengan kegiatan lain
dengan untuk Al Quran, sehingga kita tetap berada dalam terminologi sibuk
dengan Al Quran.






Maka tidak
mungkin kita bisa sibuk dengan Al Quran kecuali bahwa kita harus bisa mewaspadai
waktu-waktu kita agar jangan sampai tersedot oleh hal-hal lain, jangankan yang
maksiat, bahkan yang mubah pun harus diwaspadai jangan sampai terjadi
berlebihan, seperti tidur. Tidur itu mubah, tapi karena ini Ramadhan, maka
harus diwaspadai, jangan sampai waktu kita tersedot untuk tidur yang
berlebihan, sehingga kita bukannya sibuk dengan Quran, tapi sibuk dengan tidur,
atau hal mubah lainnya seperti televisi dan seterusnya.






Mereka yang sudah
berhasil menyibukkan diri dengan Al Quran, bukan berarti kemudian akan
kehilangan kesempatan-kesempatan bagian dari kehidupan dunia ini. Mereka tetap
orang yang dapat hidup secara normal, secara standar, tanpa harus menghilangkan
kesempatan-kesempatan kehidupan duniawi ini.






Maka tidaklah
orang yang meyibukkan dengan Al Quran, melainkan dijanjikan, ”Aku berikan
kepadamu dengan pemberian yang lebih baik daripada yang diberikan kepada
orang-orang yang berdoa.”






Jadi dengan "sibuk
dengan Al Quran" itu, seseorang akan mendapatkan semua yang didapatkan oleh
orang beriman pada umumnya. Karena ketika bersama Al Quran, otomatis kita
beritighfar, otomatis kita minta surga, otomatis kita bertasbih, bertahlil,
semua bentuk permintaan kita kepada Allah ada di dalam Al Quran ini. Otomatis
generasi kita generasi yang baik, karena ketika sampai di Al Furqon kita pasti
membaca Robbanaa hablanaa min azwaajina wa dzurriyyatina qurrota a’yun, dan
seterusnya.






Kalau kita
mengambil pelajaran umat Islam terdahulu, mungkin orang sekarang akan menilai ”sibuk
dengan Al Quran” yang ekstrim, karena hampir memutus semua kebiasaan yang ada.






Kalau masyarakat Islam
terdahulu, bahkan para ulama sampai memutus sementara hubungan dengan
masyarakat, jadi tidak ada lagi yang mengajar hadits, fikih, tafsir. Semua
ulama libur mengajar, Ramadhan khusus untuk menyibukkan diri.






Tapi kalau hal ini kurang cocok di negeri ini, karena
masyarakat ini di luar Ramadhan saja tidak mau mengaji, nah, kalau para
ustadznya memutus pengajian selama bulan Ramadhan, maka masyarakatnya tambah tidak
bertemu lagi dengan pengajian. Karena masyarakat kita, baru mau mengaji begitu
Ramadhan.






Kita juga dapat mengambil hikmah dari bagaimana ”sibuk
dengan Al Quran”-nya Imam Asy-Syafii yang sepanjang hari selalu selesai sekali
khatam, terlepas catatan-catatan yang ada, atau benar atau tidaknya.






Hal itu menjadi bukti bahwa dalam hidup kita harus ada ”sibuk
dengan Al Quran”, sehingga ketika di luar Ramadhan belum bisa ”sibuk dengan Al
Quran”, maka di Ramadhan inilah kesempatan untuk menyibukkan diri dengan Al
Quran.






Walaupun untuk sebuah
proses pendidikan bisa jadi setiap kita memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Misalkan bagi yang sangat sibuk,
bisa khatam satu kali dalam bulan Ramadhan itu sudah prestasi yang bagus
sekali.Juga mungkin bisa lebih dr 1 kali khatam.








Untuk bisa mencapai hal itu, diperlukan fokus, dan kerjasama
semua pihak, adanya keluarga di rumah yang saling mendukung. Serta diperlukan
kemampuan baca yang sudah lancar, antara penglihatan dan pengucapan sudah
cepat, bukan lihatnya kapan, bacanya kapan. Insya Allah bisa.






Pada akhirnya, disesuaikan
pada setiap diri kita masing-masing, yang penting selalu ada peningkatan dari
tahun ke tahun.






Kedua, al man-u, tercegah.






Rasulullah bersabda: ”Puasa dan Quran itu nanti di hari kiamat memintakan
syafaat seseorang hamba. Puasa berkata: Ya
Allah, aku telah mencegah dia memakan makanan dan menyalurkan syahwatnya di
siang hari, maka berilah aku hak untuk memintakan syafaat baginya.

Dan berkata pula Al Quran: Ya Allah, aku
telah mencegah dia tidur di malam hari (karena membacaku), maka berilah aku hak
untuk memintakan syafaat baginya. Maka keduanya diberi hak untuk memintakan
syafaat.” (HR.
Ahmad, Hadits Hasan)






Kata ”mencegah”
di sini, dimaksudkan mencegah tidur. Artinya, bilamana Al Quran itu mencegah
kita untuk melakukan aktifitas-aktifitas mubah kita, khususnya tidur, khususnya
lagi di waktu malam, serta aktifitas-aktifitas mubah yang lain. Mungkin tiap
hari kita mempunyai jatah nonton tv, nonton berita, trus dialog, trus, tidak
selesai-selesai. Untuk Ramadhan, sebaiknya stop dulu semua, tak ada tv
dulu.






Maka di sini ada “mencegah”, sejauh mana Al Quran bisa
mencegah berbagai aktifitas mubah kita, apalagi yang maksiat, maka waktu dan
aktifitas kita difokuskan untuk al Quran. Sehingga Al Quran mencegah diri kita dari bersantai, dari lalai, melamun, hatta
mengobrol. Semua waktu dan aktifitas menjadi sangat berarti karena Al Quran.






Ketiga, at
takrir, penghargaan.






Rasulullah bersabda, "Tidak
boleh hasad (iri) kecuali dalam dua perkara, yaitu: orang yang dikaruniai Allah
Al-Qur'an lalu diamalkannya pada waktu malam dan siang, dan orang yang
dikaruniai Allah harta lalu diinfakkannya pada waktu malam dan siang".
(Hadits Muttafaq 'Alaih). Yang dimaksud hasad di sini yaitu
mengharapkan seperti apa yang dimiliki orang lain.






Penghargaan ini tekait
dengan perasaan dalam diri. Maka hadits tersebut merupakan dorongan dari
Rasulullah agar setiap orang beriman punya perasaan tentang keagungan Al Quran
di dalam dirinya, perasaan nilai yang sangat berarti.






Kalau menginginkan hal yang terkait dengan duniawi semua
sudah bisa, lihat rumah bagus, pengen, mobil bagus, ingin. Nah, bagaimana kemudian dalam diri orang beriman bisa
punya perasaan, keinginan, untuk merasakan nikmat Al Quran. Karena hanya dengan
adanya keinginan ini, maka akan ada kompetisi, artinya kita akan merasa
termotivasi ketika melihat orang lain lebih rajin dari diri kita.






Misalnya, ketika Ramadhan sudah tanggal 5, "Kamu sudah berapa juz?" Ketika
melihat saudaranya sudah 15 juz, saya koq baru 5 juz. Maka dia termotivasi
untuk lebih banyak lagi membaca Al Quran. Itu namanya at takrir, adanya
perasaan penghargaan.






Bukan sebaliknya, dia malah mencari pembenaran terhadap
dirinya, ”Kamu mah enak, ga punya bayi, saya sih punya.” Bayi jadi disalah-salahkan. Kalaupun tidak bisa
sama, minimal berusaha miriplah, misal 7-8 juz. Saat tanggal 10 Ramadhan, kamu
koq sudah khatam, saya baru 15 juz, ”Masak kalah sama saudara saya,” maka
meningkatlah motivasinya untuk memperbanyak membaca Al Quran.






Jadi dengan sikap
seperti itu, akan terasa bahwa pergaulan kita sebagaimana hadits yang
diungkapkan Rasulullah, bahwa keberadaan orang beriman itu adalah bagaikan cermin
bagi saudaranya, "Saya kalah jauh bacaan Quran dengan saudara saya, berarti saya kurang mujahadah."






Di balik mungkin
kita dalam kondisi belum mampu, tapi kalau motivasinya bertambah, belum
mampunya kita, pasti akan meningkat. Ibarat tadi dapatnya 5 juz, termotivasi
jadi 7 juz. Peningkatan ini sangat mungkin terjadi kalau memiliki motivasi yang
kuat.






Itulah tiga prinsip dalam berinteraksi dengan Al Quran agar terjadi
interaksi yang maksimal selama bulan Ramadhan sesuai dengan taujih
Robbani dalam Al Baqarah ayat 185 di atas. Sehingga tiap tahun tidak
hanya terjadi interaksi yang rutin, dari dulu sampai sekarang,
setiap kali ditanya tentang kegiatannya di bulan Ramadhan, "Biasa, baca
Al Quran."






Nah, sekarang coba ditingkatkan, baca al Quran yang seperti apa? Kita ikuti petunjuk-petunjuk Rasulullah SAW,
agar kemiripan interaksi kita seperti petunjuk Rasulullah, supaya lebih
memperdekat dengan janji-janji Allah yang lain, ada janji syafaat, janji pembelaan,
janji masuk surga sampai tingkat tertinggi dan seterusnya akan bisa kita raih,
insya Allah. (dian)






Disarikan dari Kajian Tafsir Quran Selasa Pagi yang disampaikan ust
Abdul Azis Abdur Rauf, Lc di Masjid Al Hikmah, 12 Agustus 2008/11 Sya'ban 1429H.
Kembali Ke Atas Go down
 
Tiga Prinsip Berinteraksi dengan Al Quran Selama Ramadhan
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» Khutbah Rasulullah Menjelang Ramadhan
» Tiga Kunci kekuatan Persela
» Tiga Kalimat Dzikir yang Paling Dicintai Allah

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
 :: Nuansa Islami-
Navigasi: